Bayangan asing yang selama ini tidak bisa kutinggalkan. Tulus adalah alasan mengapa bayangan itu tetap kujaga. hanya air mata dan sajadah yang terus menemani. Dalam sholat 20 menit setelah matahari terbit lah aku selalu pandai meminta kepada Sang Khalik untuk tetap ikhlas menjalankan semua yang telah ia berikan dalam hidup ini.
Hati sedikit tergores dengan hembusan nafas nya yang selalu menyebutkan nama seorang yang datang tidak untuk pergi. Lalu siapa yang memperdulikan perasaan resah ini? Harus kau tau dulu kita pernah berjanji untuk saling menjaga walau Allah memisahkan, dulu kita pernah membicarakan senja bersama-sama, dulu kita saling tersenyum jika saling tertatap. Namun sekarang untuk menoleh saja kita sudah enggan apalagi harus melontarkan senyuman tulus, ya paling kita hanya bisa tersenyum palsu. Tapi siapakah yang perduli dengan segala ini?
Acap kali aku berbicara kepada cermin, agar diri sendiri tersadar bahwa sekarang bukan waktunya, bahwa sekarang bukan pantasnya, tapi hati tetap keras untuk tetap disini. Untuk apa? Semua telah beda, aku memang sering sekali mengadu kepada Allah tapi aku tak tahu apakah semua kisahku pantas didengar Allah? Karna dosa yang terlanjur menebal mengakibatkan semua ini terjadi, yaaa aku tak yakin ada orang yang mengerti tulisan ini, karna ini adalah lisan nya hati yang ku naungkan kedalam tulisan.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu.
Sesungguhnya engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang maha tahu, sedangkan aku tidak tahu. -HR. Bukhari-
Hati sedikit tergores dengan hembusan nafas nya yang selalu menyebutkan nama seorang yang datang tidak untuk pergi. Lalu siapa yang memperdulikan perasaan resah ini? Harus kau tau dulu kita pernah berjanji untuk saling menjaga walau Allah memisahkan, dulu kita pernah membicarakan senja bersama-sama, dulu kita saling tersenyum jika saling tertatap. Namun sekarang untuk menoleh saja kita sudah enggan apalagi harus melontarkan senyuman tulus, ya paling kita hanya bisa tersenyum palsu. Tapi siapakah yang perduli dengan segala ini?
Acap kali aku berbicara kepada cermin, agar diri sendiri tersadar bahwa sekarang bukan waktunya, bahwa sekarang bukan pantasnya, tapi hati tetap keras untuk tetap disini. Untuk apa? Semua telah beda, aku memang sering sekali mengadu kepada Allah tapi aku tak tahu apakah semua kisahku pantas didengar Allah? Karna dosa yang terlanjur menebal mengakibatkan semua ini terjadi, yaaa aku tak yakin ada orang yang mengerti tulisan ini, karna ini adalah lisan nya hati yang ku naungkan kedalam tulisan.
Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu.
Sesungguhnya engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang maha tahu, sedangkan aku tidak tahu. -HR. Bukhari-
Paling bagus di antar yang lain
BalasHapusKarna itu adalah lisannya hati mas
Hapus